(Sebuah Tanggapan dari Sebuah Tulisan Tentang "Isu di Balik Pluralisme")
"Kesatuan umat Islam" masih dapat merangkum dan mentolerir beberapa bentuk pergulatan politik sampai pada bentrokan bersenjata, karena orang-orang yang bertikai itu masih tetap menjaga loyalitas mereka kepada "negara yang satu". Mereka tetap menjaga kesatuan politik dan tetap loyal kepada "agama yang satu", sehingga mereka masih tetap menjaga faktor kesatuan agama. Peperangan mereka adalah semata karena "takwil (perbedaan memahami teks agama), bukan karena "tanzil" (teks agama yang berbeda yang diimani), dan mereka, meskipun melakukan peperangan, berada dalam loyalitas kepada kesatuan negara dan kesatuan agama.
Banyak Tokoh yang membahas konsep dasar dari pluralisme ini, terutama yang berkaitan dengan pluralisme agama-agama. Beranjak dari sebuah keprihatinan dari sebuah sikap fanatik beragama yang berlebihan yang bisa berakibat buruk dalam kehidupan umat beragama, bahkan mungkin akan membawa individu kedalam lubang ekslusivisme pemikiran sehingga menutup diri dari sebuah kemajuan peradaban madani. Perlu memang untuk di kaji apa yang menjadi isu sentral ketika konsep pluralisme ini harus menjadi Social Security" (Pengamanan Sosial) dalam tatanan hidup beragama.
Dalam konteks ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi (karen Amstronk). Pluralisme juga dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kelompok yang dinamis dan medernis. Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya masing-masing.
Persoalan dari siapa dan kelompok apa yang menggulirkannya tentu tidak menjadi celah buat kita untuk menjadikan pluralisme sebagai paham yang harus di hindarkan dalam wacana persamaan dalam sebuah kemajemukan yang absolut. Yang menjadi entry poin adalah bagaimana pluralisme di jadikan sebagai kerangka fikir sekaligus formula awal untuk bagaimana manusia mencoba mentolerir realitas perbedaan menuju bingkai persatuan dalam heterogenitas yang kompleks.
Pluralisme Agama
Penulis menanggapi sedikit tentang ulasan yang di kemukan oleh Saudari Rahma Yazidah SKH tentang "Dibalik Isu Pluralisme" yang di muat oleh salah satu media harian di Batam. Satu hal yang menjadi catatan saya adalah ibu Rahma tidak mencoba memberi arti pamahaman pluralisme dalam skala pembanding (study comperatif) dari defenisi pluralisme itu sendiri, terlebih ketika pluralisme agama itu di kemukakan dalam sudut pandang Islam, maka akan sangat kurang sekali bumbu yang kita rasakan jika kita tidak memasukkan pandangan dari pada tokoh-tokoh Islam itu sendiri dalam mengartikan isu ataupun paham pluralisme Agama.
Membahas pluralisme berarti kita mencoba untuk menggali sisi-sisi humanistis sebagai individu ataupun kelompok yang terintegral dan mempunyai hak dan kewajiban yang sesama dalam hidup, termasuk hak dalam beragama dan berbangsa. Saya melihat ibu rahma tidak menelaah sisi ini sebagai sebuah realitas (sunnatulloh), yang menjadi pijakan dalam berbicara tentang pluralisme. Jika Islam ada sebagai sebuah agama, maka kita juga harus mengakui kristen, hindhu dan yang lainnya juga ada sebagai sebuah agama. Persoalan agama manakah yang benar tentu akan menjadi wilayah privasi masing-masing umat agama dengan Tuhanya. Adapun mengenai opini ataupun paham yang mengatakan semua agama benar dan tidak ada monopoli kebenaran saya pikir hanyalah sebuah kerangka pikir pluralisme yang subyektif dan sangat parsial sekali.
Mengapa demikian, jika pluralisme di masukan kedalam wilayah pembenaran (dalam pengertian iman ataupun prinsip-prinsip teologis masing-masing agama) akan semua keyakinan, kepercayaan agama-agama berarti kita sudah salah kaprah, atau terjebak pada perkembangan tafsir pemahaman pluralisme yang sempit. Dan ini tentu berhubungan dengan sejauh mana kita memahami serta mempunyai catatan dan referensi tentang pluralisme agama. Secara eksplisit, pluralisme agama hanyalah sebuah bentuk sikap kita terhadap perbedaan yang ada, yaitunya sikap toleransi dan rasa saling pengertian. Dan satu hal yang paling penting adalah pluralisme agama mengarahkan pembenaran terhadap agama-agama yang ada hanyalah dalam tataran dunia idea atau pemikiran, ini sabagai bentuk saling hormat dan menghargai persamaan hak dalam memeluk agama masing-masing. Inilah Sisi humanis atau paham kemanusian itu .Sederhana memang, tapi akan sangat sulit di pahami jika kita menutup diri dari pemikiran tentang pluralisme agama yang terus berkembang.
Seperti yang penulis sudah ungkapkan diatas, saya mencoba melihat pluralisme secara komprehensif dan tidak terjebak hanya kepada persoalan pembenaran-pembenaran agama, tetapi bagaimana pluralisme juga menjadi sebuah mediator dalam menggerakan demokrasi untuk tujuan keadilan dan harmonisasi dalam sebuah heterogenitas berbangsa. Saya mengutip pendapat Cak Nur yang mengatakan bahwa Pluralisme merupakan fondasi dalam membangun masyarakat demokrasi. Di dalam pluralisme itu dipertaruhkan sehatnya demokrasi, keterbukaan, dan keadilan. "Pluralisme bukan cuma mengakui hak kelompok lain, tetapi juga kesediaan berlaku adil bagi kelompok lain atas dasar perdamaian dan saling pengertian.(cheli2@multiply.com).
Lebih lanjut Tokoh lain Islam dalam sebuah diskusi di Jakarta yaitu Mohammed Arkoun mengatakan menyatakan, Islam akan meraih kejayaannya jika umat Islam membuka diri terhadap pluralisme pemikiran, seperti pada masa awal Islam hingga abad pertengahan. Pluralisme bisa dicapai bila pemahaman agama dilandasi paham kemanusiaan, sehingga umat Islam bisa bergaul dengan siapa pun. Seterusnya Arkoun juga mengatakan Dengan tetap mempertahankan pluralisme, seseorang akan tetap menjadi kritis, baik dalam filsafat maupun teologi. Pluralisme inilah yang hilang dalam Islam, kata Arkoun. Islam dalam teologi harus mempertahankan kebebasan bagi setiap muslim untuk berpartisipasi dalam ijtihad. Pemahaman ini penting untuk membangun demokrasi di negara-negara Islam dan untuk memulihkan kembali kebebasan berpikir dalam Islam.(http://media.isnet.org/islam)
Jadi, dari sisi manakah Pluralisme agama bertentangan dengan aqidah Islamiyah? perlu kajian mendalam jika kita memaksakan vonis ini sebagai sebuah sikap bersama terhadap pluralisme agama. Terlebih apabila kesimpulan dari sebuah tujuan pluralisme agama adalah menghancurkan akidah islamiyah umat Islam. ini justru akan melahirkan riak-riak konflik baru dalam usaha manusia membagun sebuah peradapan yang aman dan nyaman. Yang pada akhirnya justru akan menempatkan Islam"itu sendiri dalam posisi yang camon enemy(musuh bersama) dimata perpolitikan dunia, tapi bukan ini yang menajadi the mean feature dari tulisan ini. terkhir, Lakum dinnukum waliadiin, agamamu bagimu dan agamaku bagiku. (Al Kafirun) Wallhu a'lam bi ash-shawab.***
Penulis adalah Rofi Adeka Putra Sarjana Sosial Islam
--Pluralisme bukan cuma mengakui hak kelompok lain, tetapi juga kesediaan berlaku adil bagi kelompok lain atas dasar perdamaian dan saling pengertian --
ReplyDeleteWah wah...dari dulu aku gak ngerti pluralisme nih..sekarang jadi tahu deh..thanks infonya ya frenz..
Wah...inget perjanjian hudaibiah ...Yang pentin Plural tapi tetap cerdas dan pintar(tidak bisa dibodoh2i)
ReplyDeleteBtw. partisipasi untuk Batam Digital Island di http://batamdigitalisland.com/blog/?p=2879 yah
Salam
hmmm...
ReplyDeleteAll : trimakasih Partisipasiya :)
ReplyDelete